Bab I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Pemahaman akan perilaku konsumen adalah tugas penting bagi para pemasar.
Para pemasar mencoba memahami perilaku pembelian konsumen agar mereka dapat
menawarkan kepuasan yang lebih besar kepada konsumen. Tapi bagaimanapun juga
ketidakpuasan konsumen sampai tingkat tertentu masih akan ada. Beberapa pemasar
masih belum menerapkan konsep pemasaran sehingga mereka tidak berorientasi pada
konsumen dan tidak memandang kepuasan konsumen sebagai tujuan utama. Lebih jauh
lagi karena alat menganalisis perilaku konsumen tidak pasti, para pemasar
kemungkinan tidak mampu menetapkan secara akurat apa sebenarnya yang dapat
memuaskan para pembeli. Sekalipun para pemasar mengetahui faktor yang
meningkatkan kepuasan konsumen, mereka belum tentu dapat memenuhi faktor
tersebut.
Tak diragukan lagi, konsumen tergolong aset paling berharga bagi semua
bisnis. Tanpa dukungan mereka, suatau bisnis tidak bisa eksis. Sebaliknya jika
bisnis kita sukses memberikan pelayanan terbaik, konsumen tidak hanya membantu
bisnis kita tumbuh. Lebih dari itu, mereka biasanya akan membuat rekomendasi
untuk teman dan relasinya. Menurut Susan A. Friedmann, setidaknya perlu
memahami “10 ayat-ayat” berikut agar dapat menajamkan fokus dalam melayani
konsumen. Ketahui siapa bos sebenarnya. Anda berbisnis untuk melayani konsumen,
dan Anda hanya dapat melakukan itu apabila mengetahui keinginan mereka. Jika
Anda sungguh-sungguh mendengarkan konsumen, mereka akan menjelaskan apa yang
dikehendaki dan bagaimana sebaiknya Anda memberikan pelayanan terbaik untuk
mereka. Jangan lupa bahwa yang “membayar” gaji kita dan memungkin bisnis ini
berjalan adalah konsumen.
Jadilah
pendengar yang baik. Luangkan waktu untuk menelaah kebutuhan konsumen dengan
bertanya dan fokus terhadap apa yang telah mereka katakan. Perhatikan
kata-katanya, intonasi suaranya, gerak badannya, dan yang terpenting bagaimana
perasaan mereka. Jauhkan diri dari asumsi-asumsi dan berpikir intuitif tentang
keinginan konsumen.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konsumen ?
2. Apa pengertian perilaku konsumen ?
3. Apa saja jenis-jenis konsumen ?
4. Apa saja yang mempengaruhi perilaku
konsumen ?
5. Apa yang merupakan persepsi konsumen ?
6. Bagaimanakah Pengaruh Komunikasi
Pemasaran Terhadap konsumen ?
7. Risiko apa saja yang dipersepsi
konsumen ?
8. Bagaimana konsumen mengatasi risiko ?
1.3
Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengetian konsumen
2. Mengetahui pengertian perilaku
konsumen
3. Mengetahui jenis-jenis konsumen
4. Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen
5. Mengetahui persepsi konsumen
6. Mengetahui pengaruh komunikasi
pemasaran terhadap sistem sensorik konsumen
7. Mengetahui risiko yang dipersepsi oleh
konsumen
8. Mengetahui bagaiman konsumen
mengetahui risiko yang dipersepsi
Bab
II
Pembahasan
2.1 Pengertian Konsumen
Dalam dunia marketing konsumen adalah
hal yang perlu diperhatikan, jika suatu perusahaan atau pedagang tidak memiliki
konsumen, maka akan sia-sia barang yang diperdagangkan. Oleh karena itu agar
dapat memahami
konsumen maka harus mengerti konsumen dan siapa knsumen itu. Berikut adalah
pengertian konsumen menurut para ahli:
a.
Pengertian
Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing
adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau
jasa untuk dikonsumsi pribadi
b.
Menurut
pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
2.2 Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat
didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat
dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk
didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan
kegiatan-kegiiatan tersebut. (Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, M.B.A &
Dr. T. Hani Handoko, M.B.A, 2008:10). Ada dua elemen penting dari arti perilaku
konsumen : (1) proses pengambilan keputusan, dan (2) kegiatan fisik, yang semua
itu melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan
barang-barang dan jasa-jasa ekonomis.
Pengertian perilaku konsumen ini
sering dikacaukan dengan pengertian perilaku pembeli (buyer behavior). Padahal
perilaku pembeli itu sendiri mengandung dua pengertian, yang pertama adalah
bila diterapkan pada perilaku konsumen lebih menunjukkan kegiatan-kegiatan
individu yang secara langsung terlihat dalam pertukaran uang (atau kekayaan
lain) dengan barang-barang dan jasa-jasa serta dalam proses pengambilan
keputusan yang menentukan kegiatan pertukaran itu. Pengertian kedua, mempunyai
arti yang lbih khusus, yaitu perilaku langganan (coustomer behavior), yang
sering digunakan sebagai sebutun yang labih inklusif dibandingkan perilaku
konsumen. Penerapan yang lebih inklusif ini tampak pada pembelian oleh
lembaga-lembaga, organisasi-organisasi industri, dan bermacam-macam tingkat
penjualan kembali oleh pedagang besar ataupun pedagang eceran. Perilaku
pembelian oleh organisasi-organisasi industri dan lembaga-lembaga lainnya dalam
beberapa aspek berbeda dengan perilaku pembelian individu, tetapi tidak
semuanya. Karena pembelian yang dilakukan juga ditentukan oleh
individu-individu yang memainkan peranannya dalam pekerjaannya diorganisasi atau
lembaga tersebut. (Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, M.B.A & Dr. T. Hani
Handoko, M.B.A, 2008:10).
Walupun Model-Model Perilaku Konsumen yang
mengambarkan proses pembelian konsumen akhir (ultimate consumer) dan pembeli
individual (indiviidual buyer) berlaku juga untuk pembelian oleh
organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga, tetapi titik berat penulisan ini
adalah konsumen akhir dan pembelian individual.
2.3 Jenis-Jenis Konsumen
Setiap manusia pasti berbeda, begitu pula dengan konsumen. Agar dapat
memahami konsumen maka harus mengerti dulu jenis-jenis konsumen itu sendiri.
Jenis-jenis konsumen adalah sebagai berikut:
a. Pelanggan/konsumen menurut UU Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dimasyarakat baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
b. Konsumen
trend setter. Tipikal konsumen ini selalu suka akan sesuatu yang baru, dan dia
mendedikasikan dirinya untuk menjadi bagian dari gelombang pertama yang
memiliki atau memanfaatkan teknologi terbaru
c. Berikutnya adalah jenis konsumen yang mudah dipengaruhi, terutama
oleh konsumen tren setter, sehingga disebut sebagai follower atau pengikut.
Kelompok ini sangat signifikan, karena membentuk persentase terbesar, kelompok
ini disebut konsumen follower. ”Follower. Konsumen ini adalah orang-orang yang
terimbas efek dari konsumen trend setter.
d. Sedangkan
jenis konsumen yang terakhir (Value seeker), adalah mereka yang memiliki
pertimbangan dan pendirian sendiri. Kelompok ini jumlahnya lebih besar dari
kelompok pertama, sehingga patut pula diberi perhatian khusus. atau yang
disebut konsumen ”value seeker”. Jenis konsumen ini relatif sulit untuk
dipengaruhi, karena mereka lebih mendasarkan kebutuhan mereka terhadap
alasan-alasan yang rasional.
e. Konsumen pemula, Jenis konsumen
pemula cirinya adalah pelanggan yang datang banyak bertanya. Dan konsumen
pemula merupakan calon pelanggan dimasa yang akan datang.
f. Konsumen curiga, ada konsumen yang datang dengan rasa curiga bahwa
Anda menjual barang gelap dengan harga gelap dan untung Anda berlipat. Jadi dia
akan menawar di bawah harga kepantasan.
g. Konsumen pengadu domba, ada
jenis konsumen lain lagi, yaitu yang suka mengadu domba. Mungkin karena menganggap
anda adalah domba yang layak diadu-adu. Konsumen jenis ini suka mengatakan
bahwa harga di tempat lain lebih murah daripada barang yang Anda tawarkan.
h. Konsumen pengutil, Ada lagi jenis konsumen yang
suka mengutil. Dia sering bertanya apa saja, yang pada intinya bertujuan agar
Anda bingung dan linglung, dan pada akhirnya setelah konsumen tersebut pergi,
Anda mendapatkan ada barang yang hilang. Konsumen jenis ini tidak selalu kumal.
Kadang dan biasanya malah berpenampilan perlente.
i. Konsumen
yang loyal pada harga, Inilah tipikal konsumen pada umumnya. Loyalitasnya hanya
pada harga bukan pada Anda. Kalau harga kompetitor Anda lebih murah dia akan
lari ke sana.
j. Konsumen banyak uang, Ini yang kita cari. Uangnya banyak, tidak
cerewet, lagi penurut. Tapi hati-hati menanganinya. Bagi mereka biasanya mutu
nomor satu. Anda harus menyuguhkan hanya yang terbaik. Sekali kecewa, mereka
pindah ke pesaing.
k. Konsumen kumuh, sesungguhnya penampilan kumuh atau perlente tidak
pernah mengatakan apa-apa. Banyak konglomerat, purnawirawan atau bos-bos besar
keluar-masuk toko sengaja memakai kaos oblong dan celana pendek. Pasti bukan
untuk memperdaya kita, agar kita menjual murah, melainkan karena begitulah
memang kepribadian mereka yang sejati: sederhana, apa adanya. Ada pepatah
bilang: Don’t judge the book from the cover. Jangan menghakimi orang dari
penampilannya.
l. Pelanggan adalah orang/lembaga yang melakukan pembelian produk/jasa
kita secara berulang-ulang.
2.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Prof. Dr. Basu Swastha
Dharmmesta, M.B.A - Dr. T. Hani Handoko,
M.B.A, dalam manajemen pemasaran analisis perilaku konsumen (2008:10)
beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen yaitu :
a.
Kebudayaan
Mempelajari perilaku konumen adalah
mempelajari perilaku manusia. Sehingga perilaku konsumen juga ditentukan oleh
kebudayaan, yang tercermin pada cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam
permintaan akan bermacam-macam barang barang dan jasa dipasar. Tidak adanya
hemogenitas dalam kebudayaan suatu daerah misal karena banyaknya kelompok
etnis, akan membentuk pasar dan perilaku konsumen yang berbeda-beda. Jelas ini
merupakan suatu masalah bagi pemesaran perusahaan. Reaksi yang diberikan oleh
bermacam-macam kelompok konsumen terhadap kegiatan pemasaran, dalam banyak hal
berbeda-beda, dan terutama berbeda antara orang dipedesaan dan dikota. Bahkan
dengan kemajuan zaman atau karena pengaruh budaya lain (kebudayaan barat).
Konsumen yang berasal dari kebudayaan yang sama dapat mempunyai pola perilaku
yang berbeda.
Perusahaan
dituntut untuk mengerti akan implikasi dari kebudayaan dimana perusahaan
beroperasi. Barang-barang atau produk, penentuan harga, promosi, pembungkusan,
warna, merek dan lambang-lambang, yang semuanya harus dipilih dan dirancang
secara teliti untuk menjadikan suatu barang dapat diiterima dalm kebudayaan
konsumennya. Hal penting, karena perilaku atau tindakan konsumen itu ditata,
dikendalikan, dan dimantapkan pola-polanya oleh berbagi sistem nilai dan norma
budaya yang seolah-olah berada diatasnya. Dalam proses ini kepribadian atau
watak masing-masing individu pasti juga mempunyai pengaruh.
b.
Kelas sosial
Pengertian kelas sosial dalam hal ini adalah
sama dengan istilah lapisan sosial, tanpa membedakan apakah dasar pembagian
kelas itu uang, tanah, kekuasaan atau dasar lainnya. Ukuran atau kriteria yang
biasanya dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat kedalam
kelas-kelas tertentu adalah sebagai berikut :
(1) Kekayaan,
(2) Kekuasaan,
(3) Kehormatan, dan
(4) Ilmu pengetahuan.
Ukuran
tersebut bukannya bersifat terbatas, karena masih ada ukuran-ukuran lain yang
dapat digunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran tersebut diatas yang sering menonjol
sebagai dasar timbulnya kelas-kelas sosial didalam masyarakat.
Masyarakat kita, pada pokoknya
dapat dikelompokkan kedalam tiga golongan, yaitu :
1. Golongan atas
Yang termasuk dalam golongan ini
antara lain : pengusaha-pengusaha kaya, pejabat-pejabat tinggi.
2. Golongan menengah
Yang termasuk dalam kelas ini antara
lain : karyawan instansi pemerintah, pengusaha menengah.
3. Golongan rendah
Yang termasuk dalam golongan ini
antara lain : buruh buruh-buruh pabrik, pegawai rendah, tukang ojek, dan
pedagang kecil.
Perilaku konsumen antara kelas
sosial yang satu akan sangat berbeda degan kelas lain, karena golongan sosial
ini menyangkut aspek-aspek sikapa yang berbedaa-beda. Oleh sebab itu pembagia
kelas sosial dapat digunakan sebagai variabel yang bebas (independent) untuk
mensegmentasikan pasar dan meramalkan tanggapan konsumen terhadap kegiatan
pemasaran perusahaan. Antara berbagai kelas sosial dapatlah diamati adanya
perbedaan-perbedaab cukup menyolok dalam hal membaca majalah, kegiatan-kegiatan
untuk mengisi waktu luang, selera makan, perhatian pada mode, kesediaan
menerima inovasi-inovasi baru, dan sebagainya.
c.
Kelompok sosial dan kelompok referensi
§ Bentuk-bentuk kelompok sosial
Bentuk
bentuk kelompok sosial dapat digolong-golongkan atas dasar berbagai kriteria.
Berikut ini bentuk-bentuk kelompok sosial yag terjadi didalam masyarakat :
a. Kelompok yang berhubungan langsung
(face of face group)
Yaitu
kelompok yang anggotanya saling kenal mengenal secara erat, seperti misalnya
keluarga, teman terdekat, tetangga, kawan sekerja dan sebagainya keanggotaannya
untuk sebagian besar dipengaruhi oleh jabatannya, tempat kediaman dan usia.
Kelompok ini mempunyai pengaruh langsung terhadap pendapat dan selera
seseorang. Bagi manajemen pemasaran ini berarti bahwa pemilihan produk atau
merek barang, misal : mobil, televisi, atau rokok sangat dipengaruhi
orang-orang lain dan tetangga dari kelom ini, sebagai lingkungan pergaulannya.
b. Keompok primer dan kelompok sekunder
primary groups and secondary groups)
Kelompok-kelompok
primer adalah kelompok-kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri adanya saling
mengenal antara anggota-anggota serta kerjasama erat yang bersifat pribadi.
Termasuk dalam kelompok primer adalah keluarga, kelompok teman-teman dekat atau
kolega (teman sekerja), yang selalu melibatkan individu berinteraksi secara langsung terus menerus dengan anggota
lainnya. Sebagai hasil hubungan yang erat dan pribadi ini, adalah menyatunya
individu-individu dalam satu kelompok, sehingga tujuan kelompok sering menjadi
tujuan individu, perilaku kolompok akan membentuk perilaku individu. Jadi,
kelompok primer ini sangat memperngaruhi perilaku dan sikap individu yang
menjadi anggotanya.
Kelompok-kleompok
sekunder adalah kelompok-kelompk besar yang terdiri dari byanak orang, dan
hubungan diantara anggotanya tidak perlu saling mengenal secara pribadi, serta
tidak begitu langgeng. Pembatasan kelompok sekunder sering tidak jelas, seperti
kalau kita bandingkan antara sebuah partai dan keluarga. Suatu kelompok
sekunder akan tetap memiliki ciri kelompok primer, yaitu adanya tujuan yang sama dan derajat kelanggengan yang
tertentu. Dalam kenyataan antara kelompok primer dan sekunder tak adapat dipisah-pisahkan, dan saling
melengkapai serta saling mengisi.
c. Kelompok formal dan informal (formal
group and informal group)
Kelompok
formal adalah kelompok-kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas
dan sengaja diciptakan untuk menatur hubungan antar anggota-anggotanya.
Misalnya peraturan-peraturan untuk memilih pemimpin, iuran dan sebagainya.
Sebaliknya kelompok informal tidak mempunyai stuktur dan organisasi yang
tertentu. Kelompok-kelompok tersebut biasanya tebentuk karena
pertemuan-pertemuan yang berulang kali.
Suatu contoh adalah klub-klub olah raga, dan kelompok-kelompok lecil
lainnya.
§ Kelompok referensi
Kelompok referensi (reference group)
adalah kelompok sosisal yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok
tersebut) untuk membentuk kepribadian dan perilakunya. Dengan perkataan lain,
merupakan kelompok dalam mana orang ingin menjadi anggota, atau dengan mana
orang mengidentifikasikan dirinya. Misalnya seseoang yang ingi jadi mahasiswa,
akan tetapi gagal dalam testing masuk, berperilaku sebagai mahasiswa, walaupun
dia bukan mahasiswa. Contoh lainnya, banyak orang muda mengidentifikasikan
dirinya dengan pemain band terkenal, sehinga mereka meniru cara berpakaian,
potongan rambut dan gaya pemain band tersebut.
Kelompok referensi ini juga
mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembeliannya, dan sering dijadikan
pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Anggota-anggota kelompok referensi
sering menjadi penyebab pengaruh dalam hal selera dan hobi. Oleh karena itu
konsumen selalu mengawasi kelompok tersebut baik perilaku fisik maupun
mentalnya. Termasuk kelompok referensi ini antara lain : serikat buruh, team
olah raga, perkumpulan agama, kesemian, dan sebagainya.
Jika ditinjau lebih jauh, biasanya
masing-masing kelompok mempunyai pelopor opini (opinion leader) yang dapat
mempengaruhi anggota-anggotanya dalam membeli sesuatu. Interaksi mereka sering
dilakukan secara individual (misalnya dengan bertatap muka), sehingga seseorang
akan mudah terpengaruh oleh orang lain untuk membeli sesuatu. Kadang-kadang,
nasihat orang lain tersebut lebih berpengaru dari pada iklan dimajalah, surat
kabar, televisi dan media yang lain. Selain itu norma kelompok dapat pula ikut
mempengaruhi masing-masing anggota kelompok.
Dalam hal ini, manajer pemasaran perlu
mengetahui siapa yang menjadi pelopor opini dari suatu kelompok bersangkutan.
Seorang pelopor opini dari suatu kelompok dapat menjadi pengikut opini (opinion
follower) dalam kelompok yang lain. Juga bila tidak terjadi interaksi langsung
antara kelompok referensi dengan individu, pemasaran perusahaan dapat
memanfaatkan kelompok referensi untuk mempengaruhi konsumen, misal : periklanan
dengan mempergunakan tokoh-tokoh olah raga terkenel, penyanyi terkenal, dan
sebagainya.
d.
Keluarga
Dalam
pasar konsumen, maka keluargalah yang banyak melakukan pembelian. Peranan
setiap anggota dalam membeli berbeda-beda menurut macam barang tertentu yang
dibelinya. Setiap anggota keluarga memiliki selera dan keinginan yang berbeda.
Anak-anak misalnya tidak selau menerima apa saja dari orang tua mereka, tetapi
menggnginkan juga sesuatu yang lain. Apalagi anak-anak yang suda besar,
keinginan mereka semakin besar. Namun demikian terdapat kebutuhan keluarga yang
digunakan oleh seluruh anggota keluarga, seperti mebel, televisi, almari es,
dan sebaginya. Sumber pengaruh pembelian juga berbeda, tergantung dari jenis
barang yang akan dibeli. Pembelian kue, kembang gula dan mainan dipengaruhi
anak-anak. Pembelian perabot rumah tangga dan alat-alat dapur dipengaruhi
istri, sedangkan dalam pembelian mobil atau alat-alat olah raga, pengaruh
suamilah yang paling besar.
Oleh
karena itu, manajer pemasaran perlu mengetahui sebenarnya siapa anggota
keluarga yang bertindak sebagai pengambil inisiatif, penentu, pembeli atau
siapa yang mempengaruhi suatu keputusan dalam membeli. Hal-hal tersebut dapat
dilakukan oleh orang-orang yang berbeda, atau dapat pula dilakukan oleh satu
atau beberapa orang. Suatu saat seorang anggota keluarga dapat berfungsi
sebagai pengambil keputusan, tetapi pada saat yang berlainan ia dapat berbuat
sebagai pembelinya. Sering dijumpai bahwa keputusan utuk membeli dibuat
bersama-sama antara suami dan istri, kadang-kadang anak juga termasu, terutama
untuk membeli kebuthan seluruh keluarga.
Diantara
anggota-anggota keluarga, ibu rumah tangga adalah pembeli utama bagi keluarga.
Biasanya ibu rumah tangga yang memegang uang dan mengatur pengeluaran, ia
merupakan agen pembelian. Ia tidak hanya menentukan dan membeli barang-barang
yang dibutuhkan keluarga sehari-hari, tetapi juga barang-barang yang
dibutuhkan suami dan anak-anak. Tetapi
wewengan memutuskan pembelian antara suami dan istri tergantung dari tipe
keluarga, yang pada umumnya dapat dibedakan dalam 4 (empat) tipe keluarga yaitu
:
1.
Otonomi
(autonomic); dimana jumlah keputusan yang diambil oleh suami dan istri
masing-masing sama banyaknya.
2.
Dominasi
suami (husband dominant); sebagian besar dari pembelian untuk rumah tangga
dipuruskan oleh suami. Hal ini dapat dibedakan lagi dalam mana suami
benar-benar berkuasa penuh, dan istri tergantung dari suami (ibsenion), serta
suami seakan-akan berkuasa tetapi sebenarnya terganntung dari istri
(majikan-pelayan), disini istri bersikap mengabdi tetapi sebenarnya dialah yang
menjadi soko guru rumah tangga.
3.
Dominasi
istri (wife dominant); sebagian besar pembelian untuk rumah tangga diputuskan
oleh istri. Hal ini dibedakan pula dalam dua hal, yaitu dimana suami ditekan
oleh istri (thurberesque), dan istri berkuasa, sedang suami tergantung pada
istri (ibu-anak).
4.
Syncratic;
sebagian besar keputusan membeli dilakukan bersama-sama.
Dalam
tiap tipe tersebut diatas akan terdapat pola perilaku pembelian yang berbeda
satu sama lain.
Dibanding dengan kelompok-kelompok
lain dengan mana seseorang berhubungan langsung, keluarga memainkan peranan
terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku manusia. Oleh karena
itu manajer pemasaran berkepentingan mempelajari perilaku anggota keluarga,
terutama dalam melakukan pembelian
barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhannya.
2.5 Persepsi Konsumen
Riest dan Trout (1987) mengatakan
bahwa pemasaran adalahh peperangan antar produsen untuk memperebutkan persepsi
konsumen. Demikian pentingnya persepsi dibenak konsumen, sehingga
bermacam-macam strategi dirancang perusahaan supaya produk atau mereknya bisa
menjadi nomor satu dibenak konsumen.
Solomon (1999) nendefinisikan
persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilah dan
dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi orang. Faktor-faktor itu
adalah :
·
Faktor
internal
-
Pengalaman
-
Kebutuhan
saat itu
-
Nilai-nilai
yang dianutnya
-
Ekspektasi
atau pengharapan
·
Faktor
eksternal
-
Tampakan
produk
-
Sifat-sifat
stimulus
-
Situasi
lingkungan
2.6 Pengaruh Komunikasi Pemasaran
Terhadap Sistem Sensorik
·
Penglihatan
Pemasar sangat mengandalakan fungsi
penglihatan konsumen dalam hampir semua kiat pemasarannya. Berbagai bentuk
periklanan yang digunakan, kemasan produk, rancangan toko, etalase, front
office hotel, sangat memperhatikan efek warna , sinar, bentuk, gaya, tata
letak, ukuran, dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk memberikan ransangan
pada penglihatan konsumen atau prospek. Warna sering kali diasosiasikan juga
dengan kejadian-kejadian tertentu. Asosiasi ini berhubungan dengan sesuatu yang
dipelajari, seperti budaya, tradisi dan kebiasaan. (Dra. Ristiyantii Prasetijo,
MBA & Prof. Jhon J.O.I Ihalauw, Ph.D. 2004;70)
·
Bau/Aroma
Bau tertentu dapat mempengaruhi emosi
seseorang, mengingatkan pada pengalaman di masa lampau dan mengurangi stres.
Ini yan disebut sebagai ‘‘aroma therapy’’ yang dewasa ini sanggat digemari
orang. Seperti warna, baupun menciptakan sensasi yang berhubungan dengan budaya
atau sesuatu yang dipelajari. Sabun mandi dengan aroma buah yang banyak
diisukai, sepuluh tahun yang lalu diasosiasikan dengan sirup sehingga
menimbulkan kesan lengket. (Dra. Ristiyantii Prasetijo, MBA & Prof. Jhon
J.O.I Ihalauw, Ph.D. 2004;70)
·
Bunyi/Suara
Musik telah terbukti mempunyai
kekuatan tersendiri dalam kehidupan manusia. Musik hadir disetiap peristiiwa,
mewakili suasana hati (mood) manusia dari kesedihan, persahabatan maupun
perayaan. Dikantor-kantorpun dialunkan musik dengan warna tertentu untuk
mempengaruhi mood karyawan, memengaruhi stres dan memberi semangat. Dalam
komunikasi pemasaran untuk mempengaruhi konsumen, terutama terhadap suasana hati, musik memegang peranan yang
penting, baik berupa musik latar maupun sebagai jingle yang dominan.
Pengiklanpun mencari orang dengan suara yang sesuai untuk mengkomunikasikan
pesannya. Kecepatan bicara pun ditentukan dalam tempo terbaik supaya bisa
diterima konsumen atau prospek dengan baik. (Dra. Ristiyantii Prasetijo, MBA
& Prof. Jhon J.O.I Ihalauw, Ph.D. 2004;70)
·
Raba
Konsumen meraba perabot atau kain
(bahan pakaian) dengan mengasosiasikan hasil rabaan itu dengan kualitas produk.
(Dra. Ristiyantii Prasetijo, MBA & Prof. Jhon J.O.I Ihalauw, Ph.D. 2004;71)
·
Rasa
Rasa terutama penting bagi
produk-produk makanan dan obat-obatan. Selera konsumen dalam hal rasa pun
berbeda. Sejalan dengan upaya pembedaan yang dilakukan produsen makanan, selera
daerah maupun negara menjadi obyek yang menarik. Di Indonesia mulai populer
masakan-masakan yang ke barat-baratan. Bermacam-macam keju mulai menjadi menu
masakan di Indonesia. Begitu pula selera Thailand, dengan Tom Yamnya, telah
dpakai produsen supermi untuk ekspektasi produknya. Sebaliknya, Indomie dengan berbagai
macam rasa khas daerah-daerah di Indonesia mulai merambah pasar Internasional.
(Dra. Ristiyantii Prasetijo, MBA & Prof. Jhon J.O.I Ihalauw, Ph.D. 2004;71)
2.7 Risiko Yang Dipersepsi Konsumen
(Perceived Risk)
Dra. Ristiyantii Prasetijo, MBA &
Prof. Jhon J.O.I Ihalauw, Ph.D. dalam buku perilaku konsumen (2004;81) Risiko
selau mengikuti setiap pengambilan keputusan, demikian pula keputusan beli. Ada
atau tidaknya risiko itu seringkali tidak begitu obyektif, hanya saja orang
selalu mempersepsi adanya risiko itu. Risiko yang dipersepsi adalah risiko yang
mempengaaruhi perilaku konsumen. Risiko yang dipersepsi konsumen mencakup :
·
Function
risk atau performance risk, yaitu risiko bila produk tidak dapat memberikan
kinerja seperti yang diharapkan. Pembeli mempunyai kekhawatiran tentang
kerusakan pada waktu konsumsi. Risiko ini diatasi oleh penjual dengan
memberikan after sales servive, garansi, dan sebaginya.
·
Physical
risk, yaitu risiko peda diri sendiri atau orang lain yang mungkin akan
diakibatkan oleh produk. Misalnya, menggunakan microwave oven dikhawatirkan
menimbulkan radiasi.
·
Financial
risk, yaitu risiko bila produk tidak sesuai dengan harganya. Dalam mengambil
suatu
program pendidikan, orang akan
berpikir, sudahh mahal-mahal membayar, susah belajarnya, apakah nanti mudah
mendapatkan pekerjaan bila lulus.
·
Social
risk, yaitu ditimbulkan bila ternyata produk yang dipilih malah menimbulkan
penghinaan dan menyebabkan perasaan malu.
·
Psychological
risk, yaitu risiko bila produk malah melukai ego konsumen. Dalam hal ini
membeli rumah mewah dikawasan elite, konsumen mempersepsi risiko apakah rumah
itu akan memberikan kebanggan atau sebaliknya, teman-teman akan mencemoohnya
sebagai koruptor.
·
Time
risk, yaitu risiko bila waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan produk akan sia-sia karena
kinerja produk tidak seperti yang diharapkan. Misalnya pada pembelian perabot
rumah tangga, sudah pasti orang memeriksa toko-toko perabot yang ada.
·
Risk
legal, yaitu risiko terjadinya tuntutan hukum oleh pihak ketiga. Pada awal
peluncuuran speda motor Cinam para pengguna dihadapkan pada tuntutan hukum dari
perusahaan pemegang lisensi sepeda motor Honda.
2.8 Cara Konsumen Dalam Mengatasi
Risiko
Pengaruh dari risiko-risiko yang
dipersepsi oleh konsumen itu tidak boleh diabaikan pemasar. Adanya persepsi
tentang risiko itu bersifat umum. Risiko tersebut akan semakin besar pada
produk-produk yang harganya mahal, mudah dilihat orang lain, atau sangat
menentukan status seseorang. Persepsi tentang risiko hanya bisa diperkecil
namun tidak dapat dihilangkan. Konsumen yang mempersepsi risiko lebih besar
cenderung (demi kkemudahan) mengelak dari produk yang ditawarkan. Bila motivasi
untuk mendapatkan produk cukup besar, untuk menghilangkan ketegangan
(diharmonisasi) yang dialami mereka akan berusaha meyakinkan diri bahwa risiko
itu tidak sedemikian besarnya dengan perilaku-perilaku berikut ini. (Dra.
Ristiyantii Prasetijo, MBA & Prof. Jhon J.O.I Ihalauw, Ph.D. 2004;83)
·
Konsumen
mencari informasi.
Informasi yang didapatkan akan digunakan untuk
mempertimbangkan penentuan alternati-alternatif dan akhirnya dalam mengambil
keputusan beli.
·
Brand
loyality
Konsumen memilih produk berdasarkan
pengalaman penggunaan atau konsumsi produk di waktu-waktu yang lalu, yang
pernah memberikan kepuasan. Hal ini dipandang sebagai keputusan yang paling
aman.
·
Konsumen
memilih berdasarkan barand image atau citra produk/merek.
Citra merek yang terpatri dalam benak
mereka dibentuk sebagai hasil postioning produk oleh pemasar, atau juga
informasi dari significan other (orang-orang yang dipandang sangat signifikan
dalam hidup seseorang, seperti pacar, orang tua, dan lain-lain).
·
Konsumen
membeli model yanng paling mahal.
Konsumen mempersepsi adanya kolerasi
positif antara harga dan kualitas. Dengan harga mahal konsumen meras lebih aman
karena dalam benak mereka mengharapkan/tahu bahwa kualitasnya pasti bagus.
Produk-produk tertentu bahkan harus dipatok dengan harga mahal, seperti halnya
mobil.
·
Konsumen
mencari jaminan, mencobasebelum membeli, dan sebaginya.
Perilaku ini banyak digunakan oleh
pemasar, terutama untuk produk-produk yang dipersepsi mengandung risiko cukup
tinggi. Pemasar memberikan sampel (dalam kosmetik), atau mendemonstrasikan
produk itu dihadapan prospek (produk-produk elektronik), membuat kemasan sachet
(pada shampo), menawarkan prospek untuk mencicipi (pada produk-produk makanan
attau minuman), test drive pada mobil, jaminan atau garansi pada telepon
genggam, dan masih banyak contoh yang dapat dijumpai dalam keseharian kita
sebagai konsumen dan produsen. Dalam hal ini peran opinion leader (pemimmpin
pendapat) juga besar. Orang yang ingin membeli mobil, sering mendengar nasehat
seorang montir mobil yang merupakan salah satu dari opinion leader untuk produk
tersebut.
Daftar
Pustaka
Basu
Swastha Dharmmesta, Prof. Dr. M.B.A - T. Hani
Handoko Dr. M.B.A., manajemen pemasaran analisis perilaku konsumen, 2008,
BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
Ristiyanti
Prasetijo, Dra. MBA – Jhon J.O.I Ihwalauw, Prof. Ph.D.,
perilaku konsumen, 2004, penerbit andi, Yogyakarta
Kotler,
Philip, Manajemen Pemasaran Edisi
Millenium, 2000, Prenhallindo, Jakarta